Kerinduan Seorang Diri Ini Untukmu, Sahabatku.

Dulu kita seakrab seperti nadi.
Yang tak bisa terlepaskan.
Dulu kita sedekat seperti langit dan awan.
Yang terlihat bahagia bersama.
Dulu kita seperti badai.
Ketika kita sedang bertengkar, itu akan redup dan menjadi hening terbawa angin yang ada.

Dulu kita seperti burung beo.
Yang selalu bercerita apa yang ingin diungkapkan satu sama lainnya.
Dulu kita senang bermain hujan.
Ketika asik bermain, sampai-sampai tak menyadari akan jatuh air mata dipipi ini.

Dulu kita bersahabat seperti kepompong.
Yang dari awal tidak mengenal, sekarang seperti saudara yang tak bisa terlupakan.
Dulu kau seperti Ayah ku.
Yang menjagaku dari apapun itu.
Dulu kau seperti Ibu ku
Yang selalu mengkhawatirkan ku dan yang selalu perduli terhadap ku.

Tetapi.....
Itu hanyalah sebuah masa lalu yang berubah menjadi kenangan.
Dan sebuah kenangan yang tak terkendali oleh perasaan ku saat ini.

Mungkin ini yang disebut perpisahan persahabatan.
Mungkin ini adalah takdir kita untuk saling memaafkan.

Jika kamu merasa takut bahwa kamu tidak akan mendapatkan apa yang kamu inginkan atau kehilangan apa yang kamu miliki, maka kamu harus mengalah dan mengikhlaskannya saja.

Karena hati kecilku tak lagi mampu untuk berbohong dan menyimpannya sendirian.

Aku memang egois dan cuek terhadapmu.
Tetapi aku sahabatmu yang tak bisa melihat mu menangis, tak bisa melihat mu tersakiti, dan tak bisa lagi menjalankan persahabatan ini.

Aku kalah dengan permasalahan awal kita bertengkar, aku kalah oleh perasaan ini, aku kalah dengan keadaan yang tidak mendukung ini.
Memang benar, akulah yang memulainya terlebih dahulu.
Dan akulah orang yang sangat menyesal akan permasalahan ini.

Tetapi aku mengerti,
Mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang harus aku lakukan.
Ini kesalahan ku,
Yang fatal melakukan sikap yang tak sewajarnya, sampai kau salah mengartikannya.

Aku menyesal akan semuanya.
Aku merindukan setiap saat.
Bayangan ini tak dapat berhenti, apalagi kita sering bertemu.
Mungkin ini hukumanku atas semuanya, agar aku tak melakukan kesalahan lagi.

Aku sudah membicarakannya padamu, dan kau pun mulai memahami.
Tetapi yang selalu bersamamu yang membuat semua jadi berubah lagi,
Membuat seperti awal pertengkaran ini terjadi.

Aku mengetahui semuanya, dan aku hanya bisa diam membisu dihadapanmu.
Lagi-lagi aku melakukan sikap yang tak wajar di hadapanmu, lagi-lagi aku kalah akan logikaku yang terus-menerus memikirkannya.

Naluri untuk bertahan hidup melebihi rasa sakit dan penderitaan.

Logikaku selalu berfikir "Apakah kau masih bisa bertahan dengan semua keadaan ini?. Apa ada yang salah denganmu yang terus-menerus memperdulikan dia, menjaga dia sampai kau tak memikirkan dirimu sendiri. Ayolah, dia sudah melupakanmu dia orang yang tak pantas buat kau perdulikan atau kau jaga. Dia sudah bahagia bersama yang lain."

Sedangkan perasaanku selalu berguncang "Mungkinkah aku akan mengakhiri ini semua? Aku tak bisa, aku merasa bersalah. Dan aku tak bisa meninggalkan dia. Aku masih sayang dia sebagai sahabat ku. Aku tak bisa."

Seandainya waktu bisa berputar kebelakang, akan aku ubah dan akan aku hindari yang membuatku merusak persahabatan ini.
Itu mustahil, karena waktu tak akan pernah bisa berputar kembali.

Aku selalu menghargai mu sahabatku...

Akan aku lakukan dan akan aku putuskan walaupun ini sangat menyakitkan untukku.
Aku rela pergi menjauh darimu, aku rela memutuskan persahabatan ini demi melihat kau bahagia bersama yang lain atau bahagia bersama teman barumu itu.
Aku tak lagi bisa berteman denganmu, orang yang selalu membuat kau bahagia sekarang menyingkirkanku.

Mungkin saat ini kita memang harus berpisah....

Sekarang aku hanya bisa mengucapkan salam perpisahan melalui telpon ponselku sebelum mengatakan kebenarannya.

Aku tak tahan lagi.
Aku tak tahan lagi memendam amarah ini, aku sudah terlalu kecewa untuk menahannya sendirian.
Aku bingung harus berbuat langkah apalagi.

Kau dan aku tak seperti dulu lagi...

Sekarang kita seperti siang dan malam.
Yang tak pernah bisa bersatu lagi.
Sekarang kita seperti orang asing.
Yang kini ada kecanggungan dan tak banyak bicara.

Sekarang kita seperti jalanan.
Yang menjaga jarak demi melihat satu sama lainnya bahagia.
Sekarang kita seperti bulan dan matahari.
Yang menjalani kehidupannya masing-masing.

Maafkan aku selama ini.

Aku akan seperti bintang-bintang yang terlihat terang dimalam hari.
Yang terlihat sendirian disekitar keramaian dan merasakan dinginnya kerinduan dimalam hari.

Hanya aku, kau tak perlu merasakan itu. Cukup aku saja, karena kau tak akan mampu merasakannya.
Aku saja tak mampu, walupun terlihat bahagia di hadapanmu.

Dan aku akan berjanji padamu, aku akan menjaga hujan.
Menjaga hujan yang akan terjatuh di kelopak mataku ini, agar kau tak perlu khawatir lagi terhadapku.
Aku akan menyembunyikan air hujan itu.

Hidup ini bukan hanya tentang kebahagiaanmu sendiri, namun tentang berbagi kebahagiaanmu bersama orang lain.

Terima kasih atas semua yang kau berikan padaku sahabat.
Aku akan selalu menunggumu, ketika kau sudah siap menemui ku lagi.

Akan aku bawa kerinduan ini di sepertiga malam ku, akan aku panjatkan doa untuk mu, agar kau bisa sukses dunia dan akhirat.

Biarkan saja kerinduan ini selalu muncul bersama angin.

Izinkan aku menyimpannya seorang diri bersama Allah, diriku sendiri dan waktu yang mengetahuinya.

Aku rindu saat-saat kita lewati panjangnya malam bicara cinta dan mati. Aku rindu semuanya. Sahabatku.

Datanglah datang sahabat, lama mencaci rusaknya dunia. Aku yakin harapan untuk kau kembali. Semoga kau dengar lewat angin malam ini.

Aku memilih melangkah pergi
Sebelum jatuh tersungkur lagi.
Bukan aku pengecut
Hanya saja rasa ini sudah salah karena di pecut.
Dan kita sudah harus saling melupa tentang pagi.
Karena rasanya kini malam terasa abadi.

-End-

Comments

Popular posts from this blog

Kembali Lagi