Seorang Introvert

Aku adalah seorang introvert.
Orang bilang aku orang yang sombong, cuek, jutek dan yang lain-lain.
Tapi bagiku, itu tidak di dalam diriku!
Sebagian kecil ada beberapa sifat seperti mereka pandang dan mereka lontarkan.
Terlalu kejam, akan tetapi aku lebih menghormati orang-orang yang mengatakan kebenaran kepada aku sendiri. Tidak peduli betapa sulitnya itu. Tapi inilah aku!

Seorang introvert yang selalu bersama sepi. Sepi adalah teman sejatinya, sunyi adalah tempat bahagianya dan kesendirian adalah tempat ternyaman. untuk di kunjungi.
Sebenarnya aku tidak pernah memilih untuk sendiri. Sederhananya, aku hanya memilih untuk lebih mencintai diri sendiri, dibandingkan memutuskan bersama keramaian.

Sesekali aku butuh sendiri untuk beberapa waktu. Agar aku menyadari bahwa bahagia yang kita rasakan adalah berasal dari diri kita sendiri, dari pencapaian yang kita dapatkan, dari rasa syukur atas apa-apa yang diberikan Tuhan atau ternyata bergantung pada orang lain.

Aku bukan anti sosial.
Mengingatkan saja, bahwa pertemanan itu tidak bisa dipaksakan. Mari menghargai siapapun yang sudah memutuskan untuk tidak terlalu dekat dengan kita. Aku banyak teman.
Aku seorang introvert bukan tidak mau bekerja bersama.
Aku juga tidak segan untuk berinteraksi dengan orang lain. Tapi aku lebih senang melakukan kegiatan sosial aku sendiri.
Bukan tidak peduli dengan orang di sekitar. Aku lebih menyukai mengamati keadaan disekitar dengan cermat dan tidak ingin salah langkah.

Mungkin menyampaikannya saja yang salah, tetapi di dalam hati ini ada dunia yang harus di perjuangkan bersama-sama.
Dibalik seseorang yang tampaknya tidak peduli dengan apa pun, ada sosok yang dulunya pernah sangat peduli namun dikecewakan.
Pergilah, menjauh seperti yang lain. Anggap saja yang selama ini kalian dengar benar adanya bahwasannya aku seorang yang buruk. Matikan semua anggapan baik kalian padaku. Aku tidak akan menjelaskan apa-apa lagi. Cukup aku dan Tuhan, bersama-Nya aku kuat.
Aku sudah sampai di titik, aku yang sudah terlalu lelah memahami. Lelah disalah-salahkan. Lelah mengalah terus menerus. Dan, tidak lagi peduli apa pun yang terjadi.

Kesabaran bukan hanya kemampuan untuk menunggu, melainkan bagaimana aku bersikap saat aku menunggu. Setiap mimpi besar dimulai dengan seorang pemimpi. Ingatlah selalu, kita memiliki kekuatan, kesabaran, dan hasrat untuk meraih bintang-bintang untuk mengubah dunia. Tujuan kita semua itu sama!
Biarkan semua luka itu menjadi rahasia. Tersimpan aman dalam bongkahan hati yang lahir sebagai suara tertawa keras. Biarkan mereka hilang diurai waktu. Semua itu takkan ada artinya setelah hati menata langkah untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa.

Aku seorang introvert, aku tidak pernah sombong. Karena bahwasannya aku tidak harus selalu diterima atau mendapatkan pengakuan dari orang lain untuk merasa bahwa aku cukup baik. Apalagi dari orang yang tidak baik. Tapi aku bisa kenali diri lebih dekat, cintai diri lebih kuat dan lakukan hal baik yang bermanfaat, agar aku merasa baik akan diri aku sendiri.
Kita semua rusak di dalam. Apa gunanya menghancurkan satu sama lain melalui kata-kata atau cara apa pun. Mari kita dengarkan saja luka masing-masing. Mari kita saling memahami ketakutan satu sama lain. Mari kita saling menerima kekurangan satu sama lain. Tidak ada bedanya seorang introvert dan extrovert.

Aku seorang introvert. Tidak ada seorang pun yang bisa menemani. Tidak ada seorang pun yang mampu dibagikan cerita.Tidak ada seorang pun yang bisa untuk dipercaya. Tidak ada seorang pun yang mampu meyakini bahwa diri berhak untuk tetap hidup. Aku pernah menjadi seperti itu. Berhari-hari, berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun.
Aku pernah begitu terluka hingga kaku segala rasa. Aku pernah begitu ingin menghilang dari dunia supaya lupa apa itu duka. Aku pernah begitu menyerah untuk kembali mengukir harapan. Aku pernah merasa hidup sebelum akhirnya merasa mati. Hingga akhirnya aku menghentikan semuanya. Tak lagi aku hiraukan dunia, tak lagi aku pedulikan luka, tak lagi aku tunjukkan duka.

Diam bukan berarti hati yang baik-baik saja.
Hanya saja mengurangi takaran berbicara untuk hal yang tidak berguna. Aku seorang introvert, yang hanya berbicara ke intinya saja. Aku tidak suka berbasa-basi. Ada waktu ketika aku bermasalah. Tidak ada tempat untuk bercerita, melainkan kesepian yang selalu ada. Terkadang, masalah datang bukan untuk menjadikan aku pengeluh, bukan untuk membuat aku bercerita kepada orang lain. Masalah datang agar aku bisa bertanggungjawab atas diri aku sendiri. Juga agar aku menyelesaikan  masalah aku sendiri. Itulah proses pendewasaan.

Aku seorang introvert. Yang mempunyak masa-masa di mana aku tak dapat menceritakan apapun. Hanya memendamnya seorang diri, sebab diri aku sendiripun tak bisa mendengarnya. Sedalam aku berusaha memahami, namun tetap tak dapat aku mengerti. Sebanyak sabar aku meredam, namun tetap sulit aku terima. Hingga satu-satunya pilihan adalah mengembalikannya, lalu membiarkan waktu menjelaskan kehendakNya.

Aku seorang introvert yang mempunyai hobi menulis. Menulis adalah cara aku menangis dalam tawa-cara aku tertawa dalam luka. Bukan karena aku sudah pintar, sudah baik, atau sudah apa. Aku menulis karena aku sedang belajar. Dan menulis, salah satunya adalah pekerjaan orang belajar untuk mengikat ilmu dan hikmah yang didapat. Dan hidup, sepenuhnya adalah tentang belajar. Karena aku hidup, aku menulis.

Tulislah rencana dengan pensil, lalu berikan penghapusnya kepada Allah. Biarkan Ia menghapus bagikan-bagian yang salah dan menggantikannya dengan skenario-Nya yang jauh lebih indah.

"Mayoritas orang-orang bahagia justru tidak mengumbar kebahagiaan di sosial media. Sebab, mereka yang benar-benar berbahagia, tidak lagi butuh pengakuan, pencitraan atau pembuktian akan kebahagiaan mereka itu."

Comments

Popular posts from this blog

Kembali Lagi